QUOTE OF THE DAY

Berdoalah sedikit saja...maka kau akan mendapatkan banyak.

Senin, 03 September 2012

SIAPA SAJA YANG BISA JADI PEMAIN DAN BAGAIMANA SYARATNYA ?

Setiap orang punya kesempatan untuk menjadi seorang pemain atau aktor. Kenapa begitu ? Karena setiap orang memiliki kemampuan berseniperan. Kemampuan itu sebenarnya adalah kemampuan kita dalam berlaku sehari-hari. Kemampuan berbicara, kemampuan berekspresi, kemampuan bergerak, kemampuan menganalisa dll. Apakah kemampuan dasar itu cukup ? Kalau kita mau menekuni seniperan, tentu saja kemampuan dasar itu harus dilengkapi dengan kemampuan teknik dan penghayatan.
Mengapa seorang awam tidak bisa begitu saja menjadi aktor ? Aturan dalam seniperan/acting berbeda dengan aturan yang terjadi dalam laku kita sehari-hari. Dalam menjalankan laku sehari-hari, kita hanya menjalankan satu karakter, satu watak, dan satu tujuan utama. Dalam laku sehari-hari, tak ada yang membatasi atau mengatur kita untuk ‘berlaku’ atau ‘bertindak’. Tak ada yang meminta kita untuk berhenti, atau mengulang, tak ada yang mengganggu penghayatan terhadap laku yang kita buat. Semua berjalan begitu saja. Dalam seniperan, kita melihat bahwa semua aktifitas telah melewati proses perencanaan dan perhitungan. Ada batas ruang, waktu dan tujuan. Peran yang harus dimainkanpun bisa beragam bahkan terkadang jauh dari realitas dan kewajaran.
Dari perbedaan itu, untuk berseniperan, setiap orang perlu melakukan persiapan-persiapan khusus. Persiapan teknis dan persiapan mental. Seorang aktor harus mempunyai instrumen yang siap untuk dipergunakan dalam berakting. Instrumen itu adalah tubuh dan rasa. Tubuh/fisik meliputi badan, suara, dan mimik. Rasa meliputi emosi, naluri dan sense/respon. Selain itu untuk mencapai ketepatan atas karakter yang akan dimainkan, seseorang juga harus memiliki kecerdasan dalam menganalisa/menafsir. Persiapan-persiapan itu dimanifestasikan dalam latihan-latihan dan studi yang tersusun secara sistematis.

APAKAH AKTING ADALAH SENI PENIRUAN ATAU KEPURA-PURAAN ?


Ketika kita ber-acting atau berperan, kita memang sedang menirukan sosok atau karakter yang diinginkan oleh cerita. Aktor ‘berpura-pura’ menjadi orang lain dan ‘kepura-puraan’ itu dilakukan untuk meyakinkan orang lain yang menontonnya. Bisa kita istilahkan : Acting is believing atau Acting is convincing.
Bila kita harus meniru atau berpura-pura sebagai orang lain, bagaimana caranya agar penampilan kita bisa meyakinkan ? Pertanyaan ini akan membawa kita pada pembahasan tentang dunia seniperan yang bukan lagi hanya bermakna ‘ meniru’ atau ‘ berpura-pura’.
Pada perkembangannya, acting telah menjadi kegiatan yang lebih kompleks dan tidak hanya berorientasi pada satu titik. Ketika seorang actor bekerja, kita tidak hanya melihat ia sedang ‘ bermain-main’ atau sekedar ‘ mencari kesenangan’ dari pekerjaannya itu. Acting telah berkembang dengan berbagai tujuan. Pencapaian seniperan juga telah meningkat sebagai bukan hanya sekedar kepuasan atau keberhasilan memainkan peran. Seniperan telah menjadi ‘sarana’ untuk menyampaikan/ mengkomunikasikan pesan-pesan baik di panggung ataupun film. Aktor harus mampu bermain baik sekaligus berhasil menyampaikan pesan yang terkandung.
Sungguhpun acting adalah ‘aktifitas tidak nyata’, namun kepura-puraan atau ketidak jujuran dalam melakukannya akan menyebabkan acting hanya sekedar menjadi ‘permainan tanpa tujuan’. Actor harus memiliki emosi dan hasrat yang tepat bagi karakter dan adegan yang harus ia mainkan. Hasrat dan emosi yang jujur melahirkan wujud laku yang jujur pula. Kepura-puraan emosi, hasrat dan perasaan dalam acting akan melahirkan laku yang mekanis, kering dan tidak mengundang keterlibatan emosi siapapun yang menonton.
Acting adalah ‘menjadi’ dan bukan ‘meniru’. “Menjadi” mengandung tuntutan terhadap penguasaan, kepemilikan dan kebenaran karakter. Sedangkan meniru, lebih hanya sekedar ‘meminjam’ atau ‘meletakkan’ identitas lain dalam diri kita. Proses untuk menjadi seseorang mengharuskan kita untuk menguasai segala hal tentangnya. Di mulai dari pertanyaan siapa saya ? Apa yang saya rasakan ? Mengapa saya harus seperti ini ? Actor akan melakukan penggalian tentang tokoh yang akan ia mainkan. Kepemilikan karakter atau rasa memiliki apa yang dimiliki oleh karakter adalah satu hal penting. Apakah semua yang dimiliki, dirasakan dan dialami oleh karakter telah mampu kita miliki ? kepemilikan ini akan melahirkan laku yang aktual dan masuk akal. Apakah kebenaran peran itu ? Kebenaran peran adalah segala hal yang mungkin dan atau harus terjadi pada diri peran/karakter.

BICARA TENTANG SENI PERAN...


Setiap hari, selama bertahun-tahun kita melihat, dekat dan bahkan terlibat pada dunia seniperan. Menonton sandiwara, modern maupun tradisional, menonton film ataupun drama televisi berbagai ragam, hingga terlibat menjadi bagian dari produk seni peran adalah wujud keterkaitan kita dengan sebuah kegiatan yang disebut seni peran atau seni laku. Tapi apakah kita telah memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang apa sebenarnya seni peran itu?
Seni peran atau seni laku bisa dijabarkan secara sederhana sebagai aktifitas melakukan, memainkan dan menjalani serangkaian kegiatan yang memiliki tujuan dan makna tertentu, yang dikemas dalam sebuah susunan cerita sehingga menghasilkan impresi/kesan dan pemahaman tertentu, bagi siapapun yang melihatnya. Dari sudut lain, seni peran juga sering diartikan sebagai seni meniru atau seni peragaan. Seni peran bukanlah kejadian yang bersifat faktual atau otentik, namun serangkaian rekayasa yang bertujuan menciptakan kesan-kesan tertentu yang imajinatif maupun sugestif. Kesan-kesan itu kemudian menjadi sebuah kesenangan dan melahirkan keinginan-keinginan untuk menciptakan pilihan-pilihan lain yang lebih baik dan lebih bervariasai. Maka kemudian seni peran mengalami perkembangan yang melahirkan beragam wujud dan produk. Agar kita memiliki pemahaman yang lebih lengkap, marilah kita membuka sejarah, kapan dan bagaimana seni peran itu ditemukan atau tepatnya mulai lahir dalam peradaban manusia.
Pada jaman purba dimana peradaban manusia masih sangatlah sederhana, manusia bertahan hidup dan mencari makan dengan cara berburu. Hal ini mendorong munculnya berbagai teknik perburuan. Selain senjata, manusia juga mulai memikirkan teknik. Dan salah satu teknik dalam perburuan itu adalah peniruan. Bagaimana nenek moyang kita memyamar dan menirukan jenis-jenis binatang tertentu untuk mendapatkan binatang buruannya. Mereka mulai memakai asesoris tertentu untuk mendukung penyamaran itu. Misalnya dengan memakai kulit dan tanduk menjangan, atau bulu-bulu burung. Teknik peniruan ini kemudian mengalami perkembangan, baik dalam wujud maupun fungsinya. Meski seperti yang kita tahu, taktik purbakala ini masih tetap bertahan hingga saat ini, seperti yang kita lihat pada kegiatan kemiliteran. ( Dalam strategi kamuflase ).
Secara singkat seni peran kemudian berkembang untuk fungsi-fungsi lain seperti aktifitas ritual, kesenian dan hiburan. Fungsi hiburan inilah yang kemudian berkembang jauh lebih pesat. Namun selain itu, seni peran juga seringkali dipergunakan sebagai media penyampaian pesan, propaganda atau sindiran dan kritik. Hal ini bisa kita lihat dalam drama-drama Yunani, karya-karya Sophocles, Euripides, Aristophanes, dan yang lainnya, dimana pada setiap kisah disisipkan pesan moral atau kritik terhadap pihak pemerintah. Karya-karya Sophocles seperti Oidipus Sang Raja dan Antigone adalah potret yang menggambarkan situasi sosial dan pemerintahan saat itu. Pada jaman Yunani yang sarat dengan kisah-kisah mitologi inilah, lahir berbagai istilah dalam seni peran yang kita pahami hingga saat ini, seperti Teater yang berarti memandang jauh dan Drama yang berarti paparan atau rangkaian kisah.
Seni peran kemudian berkembang pesat dalam teater-teater di barat. Tetap memiliki fungsi tambahan sebagai pembawa pesan atau kritik, seni peran ini kemudian berkembang ke seluruh dunia. Dramawan Inggris yang terkenal William Shakespeare adalah tokoh yang cukup penting dalam dunia seniperan. Ia banyak menulis naskah-naskah drama yang sarat dengan berbagai pesan moral serta kritik. Karya-karya William Shakerspeare mempengaruhi perkembangan teater modern. Shakespeare membuat ciri khas dalam karya-karyanya yang kemudian menginspirasi para dramawan generasi berikutnya. Salah satu ciri khas yang kemudian menjadi sebuah pakem adalah dua jenis karya Shakespeare ; DramaTragedi dan komedi. Shakespeare membuat sebuah penandaan jelas dalam dua jenis karya ini. Tragedi selalu diakhiri dengan kematian dan komedi selalu diakhiri dengan perkawinan.
Pakem ini terus berkembang hingga saat ini, seperti yang terlihat dalam cerita-cerita dalam film maupun televisi, dengan pengembangan yang bervariasi, dari mulai tingkat kerumitan cerita maupun alurnya. Menyusul setelah William Shakespeare, lahir pula penulis-penulis drama modern, yang memberikan ciri yang baru dan berbeda, lebih liberal dan bahkan radikal dan ekstrim, seperti ; Moliere, Anton Chekov, Jean-Paul Sartre, Bertolt Brecht, Samuel Beckett, Henrik Ibsen, Eugene Ionesco, Rabridanath Tagore, hingga Tennesse Williams. Selain para dramawan dan penulis naskah-naskah drama, praktisi seni peran juga menyumbangkan banyak perubahan dan perkembangan. Seperti aktor Rusia Konstantin Stanislavski yang menuliskan sebuah metode seni peran yang diangkat dari proses dan perjalanannya sendiri menjadi sebuah bahan pengetahuan yang hingga saat ini dijadikan sebagai acuan para aktor drama modern. Stanislavski menulis sebuah catatan harian yang diberi judul “Persiapan Seorang Aktor” yang berisi berbagai penemuan yang didapatkannya dalam proses latihan dan persiapan untuk memainkan sebuah pertunjukkan. Catatan ini begitu sistematik, dengan tahapan-tahapan yang jelas dan disertai contoh-contoh dan kesimpulan-kesimpulan yang kemudian memberikan pemahaman bagi para pembacanya, bagaimana seharusnya seseorang memulai langkah-langkah untuk menjadi seorang aktor dan mengerti seni peran dengan baik. Buku “Persiapan Seorang” Aktor ini kemudian menjadi bahan sylabus dan pedoman pengajaran di berbagai sekolah akting di barat, hingga ke Indonesia setelah diterjemahkan secara teliti oleh Asrul Sani, tokoh seni peran Indonesia yang berkesempatan belajar di Rusia. “Persiapan Seorang Aktor” telah menjadi kitab bagi para mahasiswa jurusan seniperan di dunia dan menerapkannya dalam proses mereka.
Bicara tentang acting / seniperan / senilaku, berarti bicara tentang laku dan bisnis manusia. Acting berarti ‘bertindak’, ‘bertingkah’ atau ‘ berlaku’. Orang sering mengidentifikasi acting sebagai sebuah sebuah bentuk ‘kepura-puraan’, ‘seni peniruan’ atau aktifitas ‘bermain-main’.

Dalam kehidupan sehari-hari, istilah ‘acting’ dipakai lebih sebagai cara untuk menggambarkan tentang ‘laku yang menyerupai’ yang bermakna sindiran. Misalnya ‘You ‘re acting like a child ‘ atau ‘ She begins to act like my mother’ atau bila kita terjemahkan adalah ‘Kamu bertingkah seperti anak kecil ‘ atau ‘Dia mulai bersikap seperti ibuku’. Dalam konteks ini, ‘acting’ atau ‘laku’ digambarkan sebagai sebuah kegiatan ‘ pretending/berpura-pura’, ‘Immitating/menirukan’ dan ‘playing/bermain-main’ terhadap sebuah karakter atau sosok tertentu.
Namun dalam konteks profesional, acting telah menjadi kegiatan produktif, dimana ‘peniruan’ atau ‘main-main’ itu dilakukan secara lebih konseptual dan sistematis. Seperti yang telah diungkapkan pada sejarah lahirnya seni peran, yang pada awalnya adalah kegiatan ‘meniru’ yang dipakai oleh orang-orang dari jaman prasejarah.; Seperti menirukan jenis binatang tertentu, membuat gerak dan tari sebagai proses sakral pemujaan terhadap alam, saat ini kegiatan peniruan itu telah ‘ diadopsi’ ke dalam ranah hiburan modern ( atau yang kita kenal sebagai entertainment ). Maka berkembanglah apa yang kemudian kita kenal sebagai acting/seni peran seperti sekarang ini. Mari kita mulai pembahasan kita dengan pertanyaan-pertanyaan yang umum seputar seniperan.

Lama nggak nulis di blog...

Halo teman-teman semua...
Maaf sudah beberapa saat saya nggak update blog saya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat, bisa nulis lagi di blog ini.
terimakasih buat yang sudag mampir.

Salam
Joko