Dulu ya dulu, sekarang ya sekarang
tak ada jam yang mundur kebelakang semua bergerak menantang
meski dulu lebih indah dari sekarang, tapi dulu cuma bisa kita kenang
Sekarang adalah realitas yang harus dihadapi, meski gersang, meski kerontang
Dulu ya dulu, sekarang ya sekarang
Dulu mata airku murni bening bagai kaca tembus pandang, dibawah beringin rindang berpagar batu
sekarang bahkan tak ada lagi sumber yang bisa menghidupi beringin itu
Puisi dan lagu tak lagi merdu, lidah kelu, berkata-kata tak lagi mampu
Cakram tipis menggantikan sinden yang kini banting stir jualan jamu sesekali nyambi babu
Dulu ya dulu, sekarang ya sekarang
Adil itu terasa sejuk menaungi hati tiap orang tanpa pandang bulu
sekarang bahkan untuk keadilan semu, kita harus berjuang membuang rasa malu
Hormat adalah pada uang dan bukan karena sikap santun pada perilaku
Sementara tiap-tiap orang kehilangan harga, terjual satu demi satu
Dulu ya dulu, sekarang ya sekarang
Jauh dimata dekat dihati, berganti jauh dimata, jauh dihati semua punya tarif sendiri
Aku mau jadi temanmu, berapa keuntungan yang bisa kudapat darimu ; harga mati
Sahabat adalah kenangan ketika kita belum kenal bahwa budaya khianat kini sedang trendy
Hidup bukan lagi soal motivasi, tapi keberdayaan membunuh atau terbunuh oleh teman sendiri
Dulu ya dulu, sekarang ya sekarang
Yang mengenang masalalu dan meratapi masa kini harus mau di caci bahkan dibenci
Puisi yang tak lagi puitis, lagu yang tak lagi merdu, kini laris di puja dan selalu dikoleksi
Puisi ini adalah sisa yang tak lagi punya harapan untuk dimengerti
Karena Dulu telah mati dan sekarang semua telah berganti...
Di tepi senja, seorang tua renta bersenandung lirih...
Duren, duren...Roti...roti...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar