Ketika 'mimpi' sudah teraih, kapan memwujudkannya jadi 'lebih nyata'?
Membanggakan sungguh, ketika sekitar 3 tahun lalu, saya mendengar berita dari seorang teman
yang bekerja di Infinite-Frameworks, sebuah perusahaan animasi yang bertempat di Batam,
bahwa ia dan teman-teman animator Indonesia sedang membuat sebuah film animasi 3D berskala
internasional.
Kala itu benak saya serasa berbinar, bagaimana tidak film animasi adalah
salah satu 'mimpi' saya. Setelah secara beruntung saya dapat kesempatan 'nyantrik' di
padepokannya Pak Dwi Koendoro ; salah seorang Empu Kartun yang mencekoki saya dengan wacana
tentang animasi khususnya Karya-karya Disney yang brilliant. Sehingga kabar itu bukan hanya
sekedar berita bagi saya, tapi bagaikan kejutan yang sungguh menyenangkan.
Saya tak sempat melemparkan harapan apapun, benak saya dipenuhi dengan fantasi yang tinggi
akan apa yang sedang dibuat teman saya itu. Mengapa saya bilang dia adalah teman? Ya,
beliau ini dulunya saya kenal sebagai seorang yang 'passionnya animasi' memang pol! Dia
adalah Deswara Aulia ( Ades );senior production coordinator di film Meraih Mimpi, yang
pernah mendirikan Dementia Animation yang bermarkas di apartemen Cempaka Mas. Dan pada
awal-awal karya mereka, saya terlibat membantu.
Berita tentang project animasi itu juga tambah menggigit, manakala teman saya itu menyebut
beberapa tokoh animasi dunia yang ikut 'menjaga' proses kerja mereka di Batam. Yang menarik
adalah ketika suatu saat saya yang 'sutradara sinetron' ini sedang berada di lokasi syuting,
teman saya ini menelpon dari Batam dan setelah menanyakan khabar secukupnya, beliau curhat ;
bagaimana detail dan rumitnya project animasi yang sedang beliau buat itu. Beliau sempat
menanyakan dan bertukaran soal sinetron yang saya buat ; bagaimana kok sinetron bisa 'jadi
kayak gitu'. 'Kayak gitu' disini maksudnya adalah kualitas pemain yang rendah, cerita yang
dangkal dan penggarapan yang begitu-begitu saja. Dibanding dengan apa yang sedang beliau
kerjakan, terasa begitu kontras. Karena saat itu ia menilai pemain sinetron 'ekspresinya
jelek' aja kok dibiarin ya, sedangkan dia harus melakukan render ulang sekitar 8 bulanan,
hanya karena salah menaikkan alis dari tokoh animasinya. Saat itu saya tak punya jawaban
jitu selain menerima keadaan di dunia saya apa adanya dan membuat saya makin meninggikan
ekspektasi terhadap project teman saya itu. Pastinya jauh dari lebih sempurna dari FTV (
baca; Sinetron ) yang sedang saya buat. ( kebetulan Cut Mini ; pemeran Burung Kakak tua di
film Meraih Mimpi, juga sedang syuting dengan saya ; kebetulan sekali!)
Singkat kata, pertemuan dengan Teman saya, Ades terjadi lagi beberapa waktu yang lalu,
ketika ia menyatakan project animasi yang ditangani telah paripurna, planningnya, Film itu
akan beredar di luar negri dulu baru Indonesia. Waktu berjalan, saya mendapat berita film
'Sing to The Dawn' telah release di luar negri, hingga akhirnya sampai juga jatah untuk
Indonesia. Tak tanggung-tanggung, Film Animasi yang kemudian di 'localized' oleh Nia Dinata
lewat Khalyana Sira ini mengusung bintang-bintang hebat sebagai pengisi suara ; ada Gita
Gutawa ( yang sekaligus menyanyikan theme songnya ), ada Surya Saputra, Cut Mini, Shanty,
Jajang C Noor, Indra Bekti dll. Wah sudah jadi 'grand' rupanya, pikir saya. Maka tak mau
ketinggalan, saya pun mengusung anak-anak saya ke bioskop untuk menonton. ( setelah sorenya
diingetin sama teman saya itu ; sudah nonton belum?!)
Saya, istri dan anak-anakpun duduk rapi di bioskop menonton 'Sing to The Dawn' yang sudah
menjelma menjadi 'Meraih Mimpi'. Dan inilah kesan saya :
Cerita yang bertema perjuangan meraih impian dari seorang anak permpuan bernama Dana yang
pada versi aslinya bernama Dawn ini sudah tersampaikan dengan baik, meski justru pada versi
Indonesianya, artikulasi cerita jadi rada kedodoran. Film animasi yang memang masih
memiliki kelemahan secara visual ini, saya pikir akan mampu dikuatkan dengan 'audio
Indonesia', baik melalui talent voicesnya maupun penataan musiknya, tapi memang disinilah
letak persoalannya.
Pertama, kelemahan ini terindikasi ketika penonton ( terutama anak-anak ) tidak mampu
mengidentifikasi dengan baik nama-nama tokohnya. Mereka tidak ingat karena memang
dialog-dialog yang menunjuk pada jatidiri tokoh-tokoh begitu simpang siur. Disinilah kita
sadar betapa hebatnya Disney dalam melakukan personifikasi tokoh-tokoh animasinya ; dalam
beauty and the beast misalnya ; bahkan karakter teko ( Mrs Pot ), Cangkir ( Chuck ), Tempat
lilin ( Lumiere ) bisa diidentifikasi dengan baik oleh penonton.
Kedua, 'localized' yang dilakukan Nia Dinata dkk dengan menulis script dengan dialog dan
bahasa 'gaul' yang agaknya ingin merangkul anak-anak sekarang, terkadang terasa terlalu
dipaksakan. Dan tanpa disadari justru membuatnya jadi segmented. Misalnya dialog-dialog
seperti 'sumpeh lu', dan lain-lain yang menjadi bahasa gaul kelas dan komunitas tertentu
khususnya di Jakarta, bisa berpotensi membuat penonton di Gunung Kidul misalnya,
terbengong-bengong alias nggak mudeng. Bisa dimaklumi bahwa hal itu bertujuan untuk membuat
pembahasaan cerita lebih ringan, sehari-hari dan tidak formal. Tapi coba kita lihat film
animasi luar. Sebuah script biasanya tidak 'mendadak slank', mereka tetap punya mainstream
yang baku, tapi bobot dan kualitas percakapannya yang disederhanakan. Termasuk berbagai
aksen dan dialek yang diselipkan dalam film ini kok malah bikin anak-anak bingung ya? Ada
iguana ngomong Banyumasan, Kancil/rusa ngomong kayak encik2 Tionghoa, dan kelelawar yang
gaul ala Extravaganzanya TransTV. Kelompok satwa ini mendadak menjadi icon yang antah
berantah. Dengan mixing dan kualitas sulih suara yang ada, dialog mereka benar-benar
berantakan.
Ketiga, masalah penokohan. Tanpa bermaksud menuduh, tapi perkiraan saya, demi kepentingan
jual, rasanya pilihan para pengisi suara harus bintang-bintang ngetop. ( Jadi Inget film
Animasi Ninja Turtle di Starmovie yang suaranya diisi nicholas saputra ). Sementara tampak
sekali karakter suara para bintang ini rasanya kurang representative. Dalam hal
ini'directingnya juga tampak kurang akurat. Bagaimana proyeksi suara semesti dibuat.
Sehingga terasa 'suasana studio rekaman' didalam atmosfir alam luas di film ini. Karena
semua tokoh bicara dalam proyeksi jarak pendek ( seluas ruang rekaman saja ). Pendek kata
ekspresi melalui dialog jadi tampak cukup tertekan dan kurang interaktif.
Keempat, adalah wilayah animasi. Sebagai sebuah karya perdana. Animasi ini buat saya sudah
cukup apik. Scenery yang bagus dan elemen tradisional yang cukup banyak, meski sulit di
identifikasi settingnya dimana? Karena Ada wayang, tapi rumahnya panggung, tapi ada janur
dll. kalo tujuannya merangkum Indonesia secara global ya, cukup bisa dimengerti. Secara
umum saya teryakini bahwa setting ada di wilayah luar jawa ( daerah transmigran atau
pedalaman ; meski ada siluet gedung-gedung di kejauhan ) Tapi secara umum, animasi film ini
cukup impressive dan indah. Meski sequence fantasinya terlalu kerap.
Kelima, secara umum, film ini masih bisa diterima sebagai film anak-anak yang mendidik.
meski ideologi dan pesan moral cerita ini masih terkesan malu-malu diungkapkan. Indonesia
kaya dengan aspek spiritual, hal magis dan mistik. Clue yang diberikan Pak Wiwin berniat
mewakili sebuah petunjuk yang tersirat ala budaya berkomunikasi kita, tapi masih terasa
kurang bobot dan kurang mengandung teka-teki.
Secara kelseluruhan, saya tetap angkat jempol untuk karya ini. bagaimanapun, saya lega,
akhirnya anak-anak saya bisa menonton sebuah film animasi karya bangsanya sendiri. Terlepas
dari kesan-kesan saya diatas yang tetap harus saya tulis untuk memberi dorongan pada para
pihak dibalik layar suksesnya film ini, mari kita dukung, kita tonton dan kita hargai setiap
karya anak bangsa, terutama yang memiliki keperdulian pada local content, budaya dan
kepribadian bangsa ini.
Sukses untuk 'MERAIH MIMPI', sebagai sebuah mimpi yang sudah bisa diraih oleh insan filn
nasional, meski baru mimpi, tapi semoga selanjutnya bisa menjadi lebih nyata. artinya
diharapkan akan lahir film animasi selanjutnya yang 100% pembuatnya adalah Orang Indonesia!
Amien!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar